KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan Rahmat dan karuniah-Nya
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini adalah
tugas mata Pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan Oleh karena
itu tugas ini sangat bermutu sebagai pemula seperti penulis untuk mengetahui
dan memahami sistem Hukum yang ada di Negara ini.
Dengan demikian makalah ini penulis buat, tentunya dengan besar harapan
dapat bermanfaat bagi sifitas akademika khusnya terhadap saudara/i seperjuangan
di STIH. Namun tidak menutup kemungkinan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis,
tentunya untuk kepentingan proses peningkatan cakrawala berfikir kita bersama
dalam memahami hakekat Hukum itu sendiri. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang ..................................................................................... 1
- Rumusan Masalah ................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
- Pasal 27 Ayat 2 .................................................................................... 2
- Pasal UUD 1945 Alinea 1 2 dan 4 ...................................................... 3
- Pasal 34 ................................................................................................ 6
- Pancasila Kedua dan Sila Kelima ........................................................ 6
BAB
III PENUTUP
- Kesimpulan .......................................................................................... 10
- Kritik dan Saran ................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 11
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menegaskan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peadaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencersdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap. Kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B.
Rumusan Masalah
1. Pasal 27 Ayat 2
2. Pasal UUD 1945 Alinea 1 2 dan 4
3. Pasal 34
4. Pancasila Kedua dan Sila Kelima
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pasal 27 Ayat 2
Pasal 27
ayat 2, menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Pasal ini memancarkan azas keadilan sosial dan
kerakyatan, yang merupakan jelmaan dari gabungan antara pokok pikiran kedua dan
ketiga, yaitu keadilan sosial dan kedaulatan rakyat.
Dalam
Bidang politik setiap warga negara juga mempunyai hak yang sama dalam mendukung
pemerintahan.
Menurut
pasal 27 UUD 1945, wanita mempunyai kedudukan yang sama dalam bidang hukum dan
pemerintahan dengan pria. Undang-Undang Dasar 1945 dalam perundang-undangan
politik telah mencerminkan bahwa wanita dan pria sama-sama punya hak untuk di
pilih dan memilih namun, kenyataannya memperlihatkan bahwa jumlah wanita yang
menjadi anggota Legislatif selama tujuh kali Pemilu prosentasenya masih kecil,
walaupun jumlah wanita lebih banyak dari pria.
Demikian
pula halnya dengan wanita yang memegang posisi pada jabatan pengambil keputusan
juga masih kecil.
Mengapa hal
ini terjadi ?
Adapun faktor-faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri wanita:
(a) sistem pemilu
(b) peran Organisasi Partai Politik; dan
(c) nilai Budaya
2. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri wanita itu sendiri:
(a) sumber Daya Wanita;
(b) adanya pandangan bahwa politik itu keras; dan
(c) adanya stereotype yang dilabelkan pada wanita
Upaya meningkatkan peran di bidang politik:
(a) meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan
(b) mengubah citra politik melalui pendidikan politik yang benar dan sehat
© mengubah stereotype melalui penyuluhan, pelatihan
1. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri wanita:
(a) sistem pemilu
(b) peran Organisasi Partai Politik; dan
(c) nilai Budaya
2. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri wanita itu sendiri:
(a) sumber Daya Wanita;
(b) adanya pandangan bahwa politik itu keras; dan
(c) adanya stereotype yang dilabelkan pada wanita
Upaya meningkatkan peran di bidang politik:
(a) meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan
(b) mengubah citra politik melalui pendidikan politik yang benar dan sehat
© mengubah stereotype melalui penyuluhan, pelatihan
B.
Pasal UUD 1945 Alinea 1 2 dan 4
Alinea ke 1
Alinea pertama merupakan asas dalam
mendirikan negara, yang terdiri dari dua hal :
Pertama :
Kemerdekaan adalah hak segala
bangsa.
kedua : Penjajahan
harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian jelas bahwa negara yang
didirikan oleh bangsa Indonesia adalah sebuah
negara bangsa (nation state) yang berdiri diatas hak yang dimilikinya, yaitu
hak untuk merdeka. Hal ini dipertegas dalam alinea ke empat
yang menyebutkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia´. Atas dasar asas tersebut,
nasionalisme yang dibangun Indonesia pasti bukan nasionalisme yang
chauvinistik, bukan pula jingo nasionalism, melainkan nasionalisme
yang berperikemusiaan dan berperikeadilan.
Nasionalisme yang akan dibangun adalah
nasionalisme yang menjunjung tinggi hak kemerdekaan
semua bangsa, untuk menjalin hubungan saling hormat menghormati dengan
kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Atas dasar kesadaran itu,maka penjajahan di muka bumi harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Berdasarkan prinsip tersebut, maka dapat
diketahui bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme
yang dijiwai perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme yang anti penindasan, baik penindasan
bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation) maupun penindasan manusia atas manusia
(exploitation delhommeparl homme).
Alinea ke 2
Visi bangsa Indonesia dalam mendirikan negara bangsa yang
merdeka dengan jelas diungkapkan dalam alinea ke dua, yaitu :
Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat bermakna sebagai negara
bangsa(nation state) yang bebas dari penjajahan maupun penindasan negara
lain, serta berhak menentukan segala kebijakannya berdasarkan
kedaulatan yang dimilikinya. Disadari sepenuhnya bahwa kekuatan Indonesia untuk
mencapai cita-cita kemerdekaaanya adalah tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan
semangat persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
Pluralisme yang ada bukanlah untuk mengedepankan
kepentingannya sendiri, melainkan untuk saling mendukung guna membangun
kekuatan bersama. Kesadaran akan adanya saling ketergantungan antar
wilayah yang beragam itulah yang merupakan sumber kekuatan Indonesia, sehingga
Indonesia akan menjadi negara yang tidak akan tergantung pada dan didikte
oleh negara atau kekuatan lain.
Seperti halnya dengan bangsa-bangsa
lain, untuk menegakkan kemerdekaan dan kedaulatannya bangsa Indonesia
berpegang pada tiga prinsip kemerdekaan yang oleh Bung Karno disebut
Trisakti´, yaitu
:
Berdaulat di bidang politik.
Berdikari di bidang ekonomi.
Berkepribadian
di bidang kebudayaan.
Sedangkan adil dan makmur adalah kondisi kehidupan yang
menjadi tujuan dalam mendirikan negara. Kemakmuran yang akandibangun adalah
kemakmuran untuk semua, kemakmuran untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan
yang terdistribusi secara adil. Oleh karena itu dasar pengelolaan kesejahteraan
tersebut harus berasaskan kekeluargaan yang bersumber pada prinsip
kesederajadan dan kebersamaan. Tidak bisa tidak, demokrasi ekonomi dan demokrasi
politik harus ditegakkan. Kondisi masyarakatyang sejahtera lahir dan batin itulah
yang disebut sebagai Sosialisme Indonesia, yang tak lain adalah masyarakat
Gotong Royong.
Alinea ke 4
Selanjutnya dalam alinea ke empat diungkapkan
tentang prinsip-prinsip dibentuknya Pemerintah sebagai instrumen politik dan
tugasnya. Untuk memberikan landasan dan acuan bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bernegara, disusunlah
Undang-Undang Dasar.
Sedangkan bentuk Negara ditetapkan sebagai Republik yang
berkedaulatan rakyat, artinya Indonesia adalah sebuah republik yang
bersifat demokratis. Sedangkan sebagai dasar negara adalah Pancasila.
Untuk
menjamin terwujudnya visi yang telah ditetapkan, Pembukaan UUD
1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan dua tugas
pokok ke dalam:
Pertama : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia
Kedua : Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari tugas yang diamanatkan kepada Pemerintah tersebut
dengan jelas termasud bahwa Indonesia, baik sebagai bangsa maupun sebagai
wilayah adalah satu kesatuan yang utuh, sesuai dengan jiwa yang terkandung
dalam Sumpah Pemuda. Kesadaran atas kesatuan yang utuh itulah yang merupakan
sumber bagi dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Amanat untuk memajukan kesejahteraan umum mempunyai makna
untuk memajukan kesejahteraan bagi rakyat secara keseluruhan, bukan
hanya kesejahteraan orang perorang. Oleh karena itu perlu disusun suatu
sistem yang dapat menjamin terselenggaranya keadilan sosial. Dan kesejahteraan
yang harus diciptakan bukan hanya sekedar kesejahteraan ekonomis,
bukan sekedar kesejahteraan material, melainkan kesejahteraan lahir
dan batin, kesejahteraan material dan spiritual.
Artinya kesejahteraan material itu harus terselenggara
dalam masyarakat yang saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban
masing-masing, masyarakat yang bebas
dari rasa takut, masyarakat yang hidup dalam kesederajadan dan kebersamaan,
masyarakat yang bergotong-royong. Masyarakat adil, makmur dan beradab itulah
warna dari Sosialisme Indonesia.
Amanat tersebut terkait dengan amanat berikutnya, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermakna
membangun peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan
mampu hadir sebagai bangsa yang memiliki kepribadian nasional yang
bersumber kepada nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi nasional Indonesia,
yaitu Pancasila. Dengan kepribadian nasional yang dimilikinya itu bangsa
Indonesia akan memiliki kepercayaan diri, akan memiliki national dignity. Untuk
membangun peradaban bangsa inilah diperlukan kecerdasan intelektual, emosional,
afirmatif (dari affirmative intelegents ± kecerdasan untuk mengambil keputusan)
danspiritual, untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan bangsa
dan negara, sehingga mutlak perlu dilaksanakan bangsa dan membangun
karakter.
C.
Pasal 34
1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
Pemerintah Indonesia tampaknya telah berhasil menjalankan amanat Pasal 34 UUD 45 tersebut. Terbukti dengan "memelihara" keberadaan fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia. Dengan adanya fakir miskin dan anak-anak terlantar, maka anggaran untuk sistem jaminan sosial pun dapat dikeluarkan, yang ujung-ujungnya menjadi proyek pemerintah.
Masyarakat yang lemah pun benar-benar diberdayakan, salah satunya dengan menjadi TKI ke-negara asing, dimana setiap TKI pasti di-palak oleh aparat, entah itu di kantor Imigrasi maupun di Bandara. Jadi, SELAMAT untuk pemerintah NKRI yang telah menjalankan amanat Pasal 34 UUD 45
D.
Pancasila Kedua dan Sila Kelima
Sila Kedua
Sebagai suatu dasar filsafat negara, maka sila-sila Pancasila merupakan
suatu sistem nilai. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai
yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, namun kesemuanya itu tidak
lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila
kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan,
dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis
antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan
raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk
pribadi berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah mengandung nilai suatu
kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun
terhadap lingkungannya.
Dalam kehidupan
kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain dalam
kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, dalam
kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk
saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan karena hal itu merupakan
suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan
bersama.
Nilai kemanusiaan yang
adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian
bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil
terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil
terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensinya nilai yang
terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa
membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama. Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena
terhadap manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (Darmodihardjo,
1996).
Sila Kelima
Nilai Dasar Sila Ke-5
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini
dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap
sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati
hak-hak orang lain.
Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Dalam sila ke-5 tersebut
terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup
bersama. Maka di dalam sila ke-5 tersebut terkandung nilai keadilan yang harus
terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial).
Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakekat keadilan manusia
yaitu keadilandalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai
keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama adalah meliputi:
1. Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal
yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak
sama. Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi
serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban.
2. Keadilan Legal (Keadilan Bertaat)
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam
masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato berpendapat bahwa
keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat
dan menjadi kesatuannya.
Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral,
sedangkan untuk yang lainnya disebut keadilan legal.
3. Keadilan Komulatif
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara
timbal balik. Keadilan ini
bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asan pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidak
adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus
diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu
mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya
dan wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai
keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di
dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu
pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan
bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama
(keadilan bersama).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia,
ideologi Negara Indonesia,
sekaligus menjadi pandangan hidup bangsa. Pancasila juga merupakan sumber
kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. “Makalah PKn Pancasila” Maka manusia Indonesia
menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus
dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh
setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di
daerah.
Di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran moral yang
kesemuanya itu meruapakan peljelmaan dari seluruh jiwa manusia Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian nilai-nilai pancasila itu perlu diusahakan
secara nyata dan terus-menerus pengahayatan dan pengamalan nila-nilai luhur
yang terkandung di dalamnya, oleh sebab itu setiap warga Negara Indonesia,
penyelenggara Negara, serta lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik
di pusat maupun di daerah harus sama-sama mengamalkan nilai-nilai Pancasila
demi kelestarianya.
B. Kritik dan Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya
bahwa dalam penyusunan baik dalam bentuk kata-kata maupun kalimat masih banyak
terdapat kekurangan dan kekeliruan untuk itu kami sangat berharap masukan,
kritik maupun saran yang sifatnya membangun guna perbaikan penyusunan makalah
kami selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1
Kansil C.S.T, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: PT pradnya paramita
2
Pangeran Alhaj S.T.S dan
Surya Partia Usman, 1995. Materi Pokok Pendekatan Pancasila. Jakarta;
Universitas Terbuka Depdikbud.
3
Setiady Elly M, Panduan
Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
4
Tanpa Nama.Tanpa Tahun.
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara
Republik Indonesia
Tap MPR No. II/MPR/1987.
5
UU Nomor 32 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal
itu kau buat makalah atau uud
BalasHapusthank bro informasinya...Artikel kesehatan terbaru
BalasHapus